This Is My Work

Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu

Gambar
Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu Jika mengacu pada firman Allah QS At-Taubah 60, anak yatim tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Atau dalam istrilah perzakatan, biasa disebut sebagai mustahiq. Mereka adalah fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang dililit utang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir alias Ibnu Sabil. Jadi, anak yatim memang tidak masuk golongan penerima zakat yang delapan itu. Akan tetapi, jika si anak yatim itu memenuhi syarat dan kriteria-kriteria di atas—fakir dan miskin, misalnya—dia berhak untuk menerima zakat fitrah—juga zakat penghasilan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ibn Utsaiman di awal tulisan ini: anak yatim yang miskin berhak menerima zakat. Anak yatim tidaklah mendapatkan zakat kecuali jika dia termasuk delapan ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat). Anak yatim bisa saja kaya karena ayahnya meninggalkan harta yang banyak untuknya. Bisa jadi ia pun...

Apa itu pasar bebas?



MEMAHAMI PENGERTIAN PASAR BEBAS DAN HISTORISNYA





Era globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan dan persaingan yang semakin ketat dalam masyarakat internasional khusunya di bidang ekonomi. Gejala globalisasi ini terjadi dalam kegiatan finansial, produksi, investasi dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi inilah yang kemudian meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas Negara dalam berbagai praktik perdagangan internasional seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi.
Perdagangan bebas berpengaruh pada produk lokal yang harus menghadapi serbuan produk negara lain yang mungkin lebih berkualitas dan murah. Ketika produk lokal suatu negara tidak bernilai tambah, konsekuensinya akan tergilas oleh produk asing.
Berkaitan dengan hal tersebut, tentunya harus mengetahui bagaimana makna dan sejarah perdagangan bebas ini dengan harapan agar dapat emngambil pelajaran yang positif mengenai stategi-strategi dahulu dalam menghadapi perdagangan bebas ini. Dengan demikian khususnya pemerintah sebagai pembuat keputusan dan masyarakat umumnya mampu menghadapi dampak-dampak dari perdagangan bebas sehingga tujuan dari pasar bebas untuk mensejahterakan negara pun dapat terlakasana dengan baik. 

A.        Pengertian Pasar Bebas
Pasar bebas dapat didefinisikan sebagai suatu konsep perdagangan tanpa hambatan yang diterapkan pemerintah dalam kegiatan perdagangan tersebut baik antar individual-individual atau perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Pasar bebas ini sejatinya adalah media negara-negara ekonomi yang tangguh dalam memuluskan kepentingannya untuk memasarkan produk dalam negerinya ke seluruh penjuru dunia dengan tanpa batas, tanpa proteksi, tidak adanya regulasi yang mengikat dan tanpa intervensi pemerintah sebuah negara. [1]
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor.

B.        Sejarah Pasar Bebas
                  1.         Perode Kolonial Sebelum Abad ke-19 (1500-1750)
Perdagangan interasional atau disebut dengan perdagangan antarbangsa-bangsa, pertama kali berkembang di Eropa yang kemudian di Asia dan Afrika. Terjadinya perdagangan antara negara-negara di dunia, menurut David Ricardo dalam martin Khor Kok Peng, pada awalnya didasarkan pada prinsip pembagian kerja secara internasional sesuai dengan teori keunggulan komparatif yang dimilki oleh tiap-tiap Negara. Artinya setiap Negara mengkhususkan diri pada kegiatan ekonomi yang didasarkan pada keungulan komperatif. Dalam pembagian kerja tersebut, Portugal misalnya mengkhususkan dirinya pada proksi anggur, karena di negara tersebut sangat cocok untuk tanaman anggur, sedangkan inggris mengkhususkan diri pada produksi bahan pakaian wol, karena di inggrs biaya produksinya murah. Kedua Negara tersebut kemudian mempertukarkan hasil produksinya melalui perdaganan internasional dengan harapan salin menguntungkan semua pihak. [2]
Perdagangan bebas atau pasar bebas ini diawali atas dasar saling melngkapi kebutuhan antar negara. Negara yang memiliki sumber daya alam ataupun tenaga dalam satu bidang maka akan dijadikan sebagai pemasok dalam bidang tersebut.
Dalam pekembangannya, pengusaha inggris ingin meperluas usahanya, bukan sja dalam usaha produksi kain wol, akan tetapi dalam usaha produksi anggur untuk menyaingi Portugis. Pemikiran tersebut timbul karena Negara Inggris merasa lebih kuat dari Portugis, baik secara militer maun dalam permodalan dan penguasaan pasar. Pemikiran seperti ini merupakan benih dari imperialisme dan kolonialisme dalam system kapitalisme yang akhirnya memberikan pengaruh buruk bagi Negara-negara dunia ketiga baik di Indonesia maupun Afika.
Menurut Huala Adolf, ada beberapa motif atau alasan mengapa Negara atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional adalah karena perdagangan intrnasional merupakan tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera, dan kuat. Hal ini sudah terbukti dalam sejarah perkembangan dunia.
Jauh sebelum bangsa eropa mengenal perdagangan internasional, sebenarnya bagsa cina telah lebih dahulu melakukan perdagangan antar bangsa terutama perdagangan sutra, sehingga memberikan kemakmuran dan kejayaan terhadap bangsa cina. hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Jonatan Ruvid dalam Huala Adolf, bahwa besarnya kejayaan Negara-negara tersebut dalam perdagangn internasionl.
Kesadaran untuk melakukan transaksi dagang internasionl juga telah cukup lama disadari oleh para pelaku dagang ditanah air terutama pada suku Bugis. Hal ini dinyatakan oleh PH.O.L. Tobing dalam Huala Adolf bahwa bangsa Indonesia telah mengenal perdaganan internasonal sejak abad ke-17. Salah satunya adalah Amanna Gappa, kepala suku bugis yang sadar akan pentingnya dagang (dan pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku bugis dalam berlayar yang hanya menggunakan perahu-perahu bugis yang kecil telah mengarungi lautan yang luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah Singapura dan Malaysia).
Selanjutnya Indonesia mengenal dunia barat melalui perdagangan, hal ini terjadi sejak kedatangan portugis dan kemudian zaman penjajahn Belanda. Motivasi kedatangan bangsa Barat di negara Asia termasuk Indonesia pada mulanya untuk berdagang, seperti mencari rempah-rempah untuk diperdagangkan di Eropa. Namun kemudian, dengan motivasi komersial yang semula menjadi tujuan utama keberadaan bangsa Eropa menjadi tergeser oleh kepentingan yang lebih luas, yakni kepentingan penguasaan politik melalui kekuatan militer untuk menguasai Negara-negara di Asia dengan menerapkan paham merkantilisme. Kenyataanya tersebut telah mempengaruhi sejarah bangsa-bangsa Asia termasuk Indonesia, terutama pada awal periode kolonial hingga periode kemerdekaan.
Menurut Ellsworth dalam H. S. kartadjoemena, secara skematis paham merkantilisme yang berkembng di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17 berlandaskan pada faktor fundamental yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.       Pergeseran perkembangn dalam kegiatan ekonomi. Untuk pertama klinya Eropa mulai membebaskan diri dari belenggu rural agraris dan feodalisme zaman pertengahan (midle ages), di mana kegiatan niaga sangat terbatas pada lokasi tertentu. Dengan timbulnya pusat-pusat urban dalam kehidupan kota yang semakin berkembang, maka kegiatan niaga zaman feodal tidak lagi merupakan kegiatan terhormat, menjadi kegiatan penting. Hubungan dagang dengan wilayh di luar Eropa semakin mejadi penting pula, demikian pula pusat-pusat dan pelabuhan prdagangan semakin berkembang.
b.      Peningkatan peranan sudagar/pedagang kapitalis sebagai kelas social yang penting. Kegiatan niaga yang semakin meningkat, dan peningkatan pusat perdagangan di berbagi kota pelabuhan menumbuhkan suatu kelas yang mempunyai kemampuan untuk mengelola kegiatan komersial, angkutan laut, manufaktur secara kontinu, sistematis, dan cukup pragmatis. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa kemampuan dalam kegiatan finansial telah menempatkan kelas terebut sebagai sumber keuangan dan pengelolaan dana raja-raja Eropa walaupun kekuasaan politik masih tetap di tangan raja dan bangsawan yang dekat dengan raja.
c.       Perkembangan Negara kebangaan (National state). Pada periode abad pertengahan di Eropa sebelum merkantilisme berkembng, kekuasaan politik dan militer tidak berada di tangan raja, tetapi di tangan pengusa bangsawan local. Setelah periode abad  pertengahan, perhatian pemerintah kerajaan di Eropa dicurahkan untuk memperkuat pemerintah pusat di bawah raja. Pada abad ke-16 dan ke-17, upaya sentralisasi kekuasaan ini berkembang pula dalam kegitaan ekonomi, terutama melalui regulasi yang meluas dan hampir komprehenif dalam cakupannya.[3]
Ketiga factor tersebut menjadi landasan ekonomi, sosial dan politk dalam menerapkan paham merkantilisme. Hal ini menyebabkan kehidupan ekonomi dan politik di Eropa menjadi semakin meluas dan terkonsentras kepada kegiataan prdagangan, bukan saja terhadap perdagangan lokal, tetapi meluas ke luar Eropa. Untuk meningkatkan kegitaan perdagangan, pemerintah pusat (raja) mempunyai kekuasaan yang bersifaat absolute yang menghendaki agar Negara kebangsaan atau nasional-state menjadi kuat, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun militer. Hal ini dilakukan melalui kebijaksanan restriksi dalam perdagangan logam mulia, monopoli perdagangan dan pengembangan wilayah kolonial. 
Pola piker yang berkembang pada abad ke-16 dan ke-17, kegiatan ekonomi harus dipusatkan kepada upaya memperoleh sumber daya atau kekayaan sebanyak mungkin guna mendukung kekuatan politisi maupun militer. Dengan adanya kekuatan militer yang tangguh, pemerintah pusat (raja) dapat dengan mudah melakukan, terutama untuk mendapatkan logam mulia (emas dan perak). Jadi, menurut pola pikir merkantilisme, kekayaan didefinisikan dalam bentuk logam mulia. Untuk itu, perdagangan harus senantiasa mencapai surplus dalam bentuk emas guna membiayai kepentinagn politik, militer, dan ekspansi teritorial.
         2.       2. Zaman Keemasan Perdagangan Bebas
Dari presfektif sejarah ekonomi, periode liberalisasi dalm bidang perdagangan pernah mengalami masa keemasan di eropa sejak akhir perang Napoleon tahun 1815 hingga saat meletusnya perang Dunia I tahun 1914. Periode tersebut merupakan satu abad yang sangat gemilang dalam perdagangan internasional, karena perdagangan dunia berjalan dengan bebas tanpa ada hambatan atau pembatasan, sehingga setiap Negara di Eropa dapat melakukan kegiatan perdagangannya berdasarkan keunggulan komperatif masing-masing Negara.
Liberalisasi perdagangan internasional mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pada abad ke-19, sehingga memberikan keuntungan dalam bidang ekonomi di Eropa, namun kebebasan perdangan tersebut tidak dapat dinikmati oleh bangsa lainya di luar Eropa, terutama di Asia maupun Afrika. Hal ini disebabkan karena Asia dan Afrika merupakan wilayah colonial atau jajahan dari Negara-negara Eropa, sehingga dalam bidang perdagangan bangsa Asia dan Afriika tidak mendapatkan kesempatan dan kebebasan sama seperti bangsa Eropa. Dengan demikian, yang memegang kekuasaan ekonomi maupun politik pada periode liberal ini adalah bangsa Eropa, sebaliknya bangsa Asia maupun Afrika tidak mempunyai kekuasaan maupun politik di negaranya sndiri. [4]
Periode perdagangan bebas 1815-1914 diwarnai oleh kekuatan landasan filsafat perdagangan liberal berdasarkan atas teori keunggulan komparatif, bahwa suatu Negara akan mengkhususkan diri pada produksi dan ekspor, sebab Negara tersebut mempuyai biaya yang lebih rendah daripada Negara mitra dagangnya. Periode ini merupakan trobosan intelektual yang merombak logika dan sistematika pola pikir ekonomi menurut teori Adam Smith.
Secara skematis paham liberaliasi yang mewarnai perekonomian dunia pada abad ke-9 mencakup hal-hal sebagai berikut.
a.       Perubahan utama yang bersifat fundamental dan yang merupakan landasan yang bertolak belakang dengan merkantilisme adalah peranan utama yang dipegang oleh mekanisme pasar sebagai penggerak dalam kegiata ekonomi. Kegiatan ekonomi yang rasional dikendalikan oleh suatu ‘’tangan tak terlihat’’ atau invisible hand yang tak lain adalah kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh masing-masing pelaku ekonomi untuk kepentingannya sendiri guna memenuhi penawaran dan permintaan yang otomatis mengendalikan kegiataan yang optimal bagi semua pihak yang melakukan kegiatan ekonomi.
b.      Agar mekanisme pasar ini dapat bergerak sesuai dengan logika permintaan dan penawaran, maka hambatan terhadap kegiatan ekonomi dalam bentuk regulasi dan berbagai jenis larangan yang menimbulkan distorsi pasar harus dihapus. Mengingat betap ekstensifnya larangan dan regulasi yang berlaku dalam priode merkantilisme, maka keinginan untuk menghapus regulasi merupakan tuntutan yang mendesak.
c.       Kegiatan perdagangan antar bangsa dapat berkembang secara saling menguntungkan, karena perbedaan struktur biyaya secara alamiah akan menimbulkan spsialisasi bagi masing-masing pihak yang akan memusatkan kegiatan pada bidang-bidang di mana Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Dengan kata lain apabila masing-masing negara memutuskan kegiatan di bidang keunggulanya, maka setiap Negara akan mencapai atau mendekati titik optimal.[5]

         3.        3. Fragmentasi dan Disintegrasi di Eropa
Sistem perdagangan internasionl yang menitikbertkan pada landasan liberalisme, Mulai mengalami fragmentasi selama satu abad setelah mengalami era keemasan dari tahun 1914 hingga 1945. Pasar bebas dan perdagangan bebas mulai menghadapi berbagai macam distorsi sebagai akibat diterapkanya kebijaksanaan yang menyimpang dari paham liberal. Kebijakan distortif smakin mengarahkan perekonomian kpda kegitan yang mengesampingan mekanisme pasar.
Menurut H. S. kartadjoemana, periode disintegrasi sistem perdagangan bebas 1914-1945, yakni dari perang dunia I tahun 1914 hingga berakirnya perang dunia II tahun 1945 merupakan periode disintegrasi, karena tidak tercapinya susunan yang dapat mengembalikan sepenuhnya keadaan dan sistem yang berlaku pada periode zaman keemasan perdagangan internasional ataupun sistem alternatif yang koheren. Dalam perkembanganya, yang timbul adalah kebijaksanaan perekonomian nasional yang sempit dan semakin meningkatnya nasionalisme yang berbentuk negative dan bukan berbentuk patriotisme yang konstruktif.
Tahun 1922 hingga 1927 perekoonmian dunia masih mengalami pertumbuhan, hal ini disebabkn karena adanya peningkatan investasi yang cukup besar di Amerika Serikat, terutama di bidang industri otomotif, perluasan penggunaan tenaga listrik disertai pengembangan proyek tenaga listrik, dan peningkatan yang pasti di bidang konstruksi di Amerika Srikat.
Pada tahun 1929 terjadi krisis secara menyeluruh di Amerika Srikat. Krisis ini timbul karena situasi investasi dalam bidang-bidang penting  mengalami kolepse atau kebangkrutan. Hal ini mengakibatkan penurunan kegiatan industry pada tahun 1929 yang disusul dengan terjadinya kolaps dalam bursa saham. Dan dalam waktu singkat perkmbangan dalam investasi, produksi industri, kesempatan kerja semakin berkurang. Hal ini memberikan pengaruh buuk terhadap pnapatan nasional di Amerika Srikat. Dampak krisis ekonomi yang dialami oleh Amerka Srkat pad 1929 juga dirasakan oleh Negara-negara lainya.[6]
Pasar bebas merupakan perujudan dari globalisasi ekonomi saat ini. Kondisi ini terlihat dengan adanya kebijakan luar negeri yang disebut dengan  integrasi ekonomi yaitu kebijakan bergabungnya beberapa negara untuk membentuk kawasan atau zona perdagangan bebas (free economic zones).
Semenjak kemunduran ekonomi dunia pada masa permulaan tahun 1930-an dan terutama semenjak pemikiran keynes semakin populer, diyakini pembatasan perdagangan luar negeri tidak  dipengaruhi efek buruk dari perkembangan di luar negeri. Menurut pandangan ini berupa hambatan tarif yang tinggi untuk meningkatkan peranan sektor industri domestik dan untuk mennjaga kestabilan neraca pembayaran ada kalanya perlu dijalankan. Akan tetapi disadari bahwa hambatan perdagangan dalam bentuk tarif menimbulkan ketidak efisienan dan dapat menimbulkan efek yang buruk kepada prospek pertumbuhan ekonnomi.[7]
Berbagai negara di dunia membentuk integrasi ekonomi antara lain seperti:
                       1.         Uni Eropa secara resmi beropersi sejak tanggal 1 Januari 1959.
Negara-negara Eropa membentuk blok perdagangan bebas Eropa dalam bentuk Unit Eropa (European Unnion), yang terdiri dari negara Austria, Belgia, Denmark, Firlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembour, Belanda, Swedia dan Inggris. Portugal, Spanyol, dan Swedia. Pada tanggal 1 Januari 1993 secara resmi negara-negara yang tergabung dalam Unit Eropa menghapus semua hambatan dan tarif untuk menciptakan arus perdagangan barang dan jasa serta pergerakan sumber-sumber daya secara bebas (termasuk tenaga kerja) di kalangan negara-negara anggotanya.
                       2.         Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA)
Pada tahun 1970 kawasan perdagangan bebas Eropa ini dibentuk oleh 7 negara yang pada saat itu belum satu pun bergabung ke dalam Uni Eropa yakni Inggris, Austria, Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia, dan Swiss. Pada tahun 1961, Firlandia ikut bergabung sebagai anggota. Selanjutnya pada tahun 1967 EFTA telah berhasil mewujudkan perdagangan bebas (menghapuskan semua tarif diantara negara anggota) untuk produk-produk industri. Pada saat ini terjadi defleksi perdagangan yang menyebabkan keluarnya negara Denmark dan Irlandia yang selanjutnya kedua negara tersebut bergabung kedalam Uni Eropa.
                       3.         NAFTA (North American Free-Trade Agreement)
Dibentuk pada bulan November 1993. Perjanjian perdagangan bebas Americka Utara disepakati oleh tiga negara yaitu Amerika Serikat, Kanda, dan Meksiko. Negara-negara tersebut sepakat untuk membuka perdagangan bebas, dengan menghapus semua hambatan yang ada dalam perdagangan mereka untuk meningkatkan produksi  dan mudah dipasarkan.
                       4.         AFTA (Asean Free Trade Asia Area)
Di tahun 1976 negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk integrasi ekonomi di kawasan Asia. ASEAN memiliki enam anggota yaitu Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapur dan Thailan. Vietnam bergabung pada tahun 1995, Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja bergabung pada tahun 1999. AFTA sekarang terdiri dari 10 negara ASEAN, keempat negara tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam negara ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA. Era perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) akan diberlakukan pada tahun 2015, tujuan dari AFTA adalah sebagai berikut:
a.       Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bead an hambatan non bea dalam negara anggota.
b.      Menarik investasi asing langsung ke negara-negara anggota Asean.
                       5.          ACFTA (Asean-Cina Free Trade Area)
Kesepakatan kerjasama bebas antara anggota-anggota ASEAN dan cina ini ditanda tangani di Phnom Penh, Camboja 4 November 2002 dan diberlakukan pada 1 Januari 2010. ACFTA merupakan perdagangan bebas tersbesar didunia dalam ukuran jumlah penduduk terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah kawasan perekonomian Eropa dan NAFTA.
Tujuan dibentuknya pasar bebas ialah untuk meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan negara. Dengan adanya perdagangan bebas diharapkan negara-negara dapat dengan mudah melakukan kegiatan ekonominya.[8] Ide membentuk perdagangan bebas ini adalah karena seringnya perdagangan internasional tehambat oleh masalah pajak, berbagai biaya tambahan dan hambatan-hambatan lainnya. Manfaat dari perdagangan bebas dapat dilihat secara langsung yaitu:
a.       Tersedianya keberagaman barang-barang yang dibutuhkan. Dengan adanya barang-barang yang beragam diharapkan rakyat akan sejahtera karena akan mempunyai banyak pilihan produk-produk terbaik yang mereka butuhkan..
b.      Memperbesar dan memperluas cakupan pasar dan karena itu produktivitas pun meningkat. Dengan meningkatnya priduktivitas maka meningkat pula pula standar hidup warga sebuah negara.[9]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Yang Mengawasi Kegiatan Ekonomi Syariah??

FIQIH ZAKAT Dan IMPLIKASINYA

Kemiskinan menurut tinjauan filsafat