MEMAHAMI
PENGERTIAN PASAR BEBAS DAN HISTORISNYA
Era globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya keterbukaan,
keterkaitan dan persaingan yang semakin ketat dalam masyarakat internasional
khusunya di bidang ekonomi. Gejala globalisasi ini terjadi dalam kegiatan
finansial, produksi, investasi dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata
hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi inilah yang kemudian
meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan
menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas Negara dalam
berbagai praktik perdagangan internasional seakan-akan dianggap tidak berlaku
lagi.
Perdagangan bebas berpengaruh pada produk lokal yang harus menghadapi
serbuan produk negara lain yang mungkin lebih berkualitas dan murah. Ketika
produk lokal suatu negara tidak bernilai tambah, konsekuensinya akan tergilas
oleh produk asing.
Berkaitan dengan hal tersebut, tentunya harus mengetahui bagaimana
makna dan sejarah perdagangan bebas ini dengan harapan agar dapat emngambil
pelajaran yang positif mengenai stategi-strategi dahulu dalam menghadapi
perdagangan bebas ini. Dengan demikian khususnya pemerintah sebagai pembuat keputusan
dan masyarakat umumnya mampu menghadapi dampak-dampak dari perdagangan bebas
sehingga tujuan dari pasar bebas untuk mensejahterakan negara pun dapat
terlakasana dengan baik.
A.
Pengertian
Pasar Bebas
Pasar bebas dapat didefinisikan sebagai suatu konsep perdagangan
tanpa hambatan yang diterapkan pemerintah dalam kegiatan perdagangan tersebut
baik antar individual-individual atau perusahaan-perusahaan yang berada di
negara yang berbeda.
Pasar bebas ini sejatinya adalah media negara-negara ekonomi yang
tangguh dalam memuluskan kepentingannya untuk memasarkan produk dalam negerinya
ke seluruh penjuru dunia dengan tanpa batas, tanpa proteksi, tidak adanya
regulasi yang mengikat dan tanpa intervensi pemerintah sebuah negara.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar
individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang
berbeda. Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara,
biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non
tarif pada barang impor.
B.
Sejarah
Pasar Bebas
1.
Perode
Kolonial Sebelum Abad ke-19 (1500-1750)
Perdagangan interasional atau disebut dengan perdagangan
antarbangsa-bangsa, pertama kali berkembang di Eropa yang kemudian di Asia dan
Afrika. Terjadinya perdagangan antara negara-negara di dunia, menurut David
Ricardo dalam martin Khor Kok Peng, pada awalnya didasarkan pada prinsip
pembagian kerja secara internasional sesuai dengan teori keunggulan komparatif
yang dimilki oleh tiap-tiap Negara. Artinya setiap Negara mengkhususkan diri
pada kegiatan ekonomi yang didasarkan pada keungulan komperatif. Dalam pembagian
kerja tersebut, Portugal misalnya mengkhususkan dirinya pada proksi anggur,
karena di negara tersebut sangat cocok untuk tanaman anggur, sedangkan inggris
mengkhususkan diri pada produksi bahan pakaian wol, karena di inggrs biaya
produksinya murah. Kedua Negara tersebut kemudian mempertukarkan hasil
produksinya melalui perdaganan internasional dengan harapan salin menguntungkan
semua pihak.
Perdagangan bebas atau pasar bebas ini diawali atas dasar saling
melngkapi kebutuhan antar negara. Negara yang memiliki sumber daya alam ataupun
tenaga dalam satu bidang maka akan dijadikan sebagai pemasok dalam bidang
tersebut.
Dalam pekembangannya, pengusaha inggris ingin meperluas usahanya,
bukan sja dalam usaha produksi kain wol, akan tetapi dalam usaha produksi
anggur untuk menyaingi Portugis. Pemikiran tersebut timbul karena Negara
Inggris merasa lebih kuat dari Portugis, baik secara militer maun dalam
permodalan dan penguasaan pasar. Pemikiran seperti ini merupakan benih dari
imperialisme dan kolonialisme dalam system kapitalisme yang akhirnya memberikan
pengaruh buruk bagi Negara-negara dunia ketiga baik di Indonesia maupun Afika.
Menurut Huala Adolf, ada beberapa motif atau alasan mengapa Negara
atau subjek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang
internasional adalah karena perdagangan intrnasional merupakan tulang punggung
bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera, dan kuat. Hal ini sudah terbukti
dalam sejarah perkembangan dunia.
Jauh sebelum bangsa eropa mengenal perdagangan internasional,
sebenarnya bagsa cina telah lebih dahulu melakukan perdagangan antar bangsa
terutama perdagangan sutra, sehingga memberikan kemakmuran dan kejayaan
terhadap bangsa cina. hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Jonatan Ruvid dalam
Huala Adolf, bahwa besarnya kejayaan Negara-negara tersebut dalam perdagangn
internasionl.
Kesadaran untuk melakukan transaksi dagang internasionl juga telah
cukup lama disadari oleh para pelaku dagang ditanah air terutama pada suku
Bugis. Hal ini dinyatakan oleh PH.O.L. Tobing dalam Huala Adolf bahwa bangsa
Indonesia telah mengenal perdaganan internasonal sejak abad ke-17. Salah
satunya adalah Amanna Gappa, kepala suku bugis yang sadar akan pentingnya
dagang (dan pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku bugis dalam
berlayar yang hanya menggunakan perahu-perahu bugis yang kecil telah mengarungi
lautan yang luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah Singapura dan
Malaysia).
Selanjutnya Indonesia mengenal dunia barat melalui perdagangan, hal
ini terjadi sejak kedatangan portugis dan kemudian zaman penjajahn Belanda.
Motivasi kedatangan bangsa Barat di negara Asia termasuk Indonesia pada mulanya
untuk berdagang, seperti mencari rempah-rempah untuk diperdagangkan di Eropa.
Namun kemudian, dengan motivasi komersial yang semula menjadi tujuan utama
keberadaan bangsa Eropa menjadi tergeser oleh kepentingan yang lebih luas,
yakni kepentingan penguasaan politik melalui kekuatan militer untuk menguasai
Negara-negara di Asia dengan menerapkan paham merkantilisme. Kenyataanya
tersebut telah mempengaruhi sejarah bangsa-bangsa Asia termasuk Indonesia,
terutama pada awal periode kolonial hingga periode kemerdekaan.
Menurut Ellsworth dalam H. S. kartadjoemena, secara skematis paham
merkantilisme yang berkembng di Eropa pada abad ke-16 dan ke-17 berlandaskan
pada faktor fundamental yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.
Pergeseran
perkembangn dalam kegiatan ekonomi. Untuk pertama klinya Eropa mulai
membebaskan diri dari belenggu rural agraris dan feodalisme zaman pertengahan
(midle ages), di mana kegiatan niaga sangat terbatas pada lokasi tertentu.
Dengan timbulnya pusat-pusat urban dalam kehidupan kota yang semakin berkembang,
maka kegiatan niaga zaman feodal tidak lagi merupakan kegiatan terhormat,
menjadi kegiatan penting. Hubungan dagang dengan wilayh di luar Eropa semakin
mejadi penting pula, demikian pula pusat-pusat dan pelabuhan prdagangan semakin
berkembang.
b.
Peningkatan
peranan sudagar/pedagang kapitalis sebagai kelas social yang penting. Kegiatan
niaga yang semakin meningkat, dan peningkatan pusat perdagangan di berbagi kota
pelabuhan menumbuhkan suatu kelas yang mempunyai kemampuan untuk mengelola
kegiatan komersial, angkutan laut, manufaktur secara kontinu, sistematis, dan
cukup pragmatis. Hal yang lebih penting lagi adalah bahwa kemampuan dalam
kegiatan finansial telah menempatkan kelas terebut sebagai sumber keuangan dan
pengelolaan dana raja-raja Eropa walaupun kekuasaan politik masih tetap di
tangan raja dan bangsawan yang dekat dengan raja.
c.
Perkembangan
Negara kebangaan (National state).
Pada periode abad pertengahan di Eropa sebelum merkantilisme berkembng,
kekuasaan politik dan militer tidak berada di tangan raja, tetapi di tangan
pengusa bangsawan local. Setelah periode abad
pertengahan, perhatian pemerintah kerajaan di Eropa dicurahkan untuk
memperkuat pemerintah pusat di bawah raja. Pada abad ke-16 dan ke-17, upaya
sentralisasi kekuasaan ini berkembang pula dalam kegitaan ekonomi, terutama
melalui regulasi yang meluas dan hampir komprehenif dalam cakupannya.
Ketiga factor
tersebut menjadi landasan ekonomi, sosial dan politk dalam menerapkan paham
merkantilisme. Hal ini menyebabkan kehidupan ekonomi dan politik di Eropa
menjadi semakin meluas dan terkonsentras kepada kegiataan prdagangan, bukan
saja terhadap perdagangan lokal, tetapi meluas ke luar Eropa. Untuk
meningkatkan kegitaan perdagangan, pemerintah pusat (raja) mempunyai kekuasaan
yang bersifaat absolute yang menghendaki agar Negara kebangsaan atau nasional-state menjadi kuat, baik dalam
bidang politik, ekonomi, maupun militer. Hal ini dilakukan melalui kebijaksanan
restriksi dalam perdagangan logam mulia, monopoli perdagangan dan pengembangan
wilayah kolonial.
Pola piker yang
berkembang pada abad ke-16 dan ke-17, kegiatan ekonomi harus dipusatkan kepada
upaya memperoleh sumber daya atau kekayaan sebanyak mungkin guna mendukung
kekuatan politisi maupun militer. Dengan adanya kekuatan militer yang tangguh,
pemerintah pusat (raja) dapat dengan mudah melakukan, terutama untuk
mendapatkan logam mulia (emas dan perak). Jadi, menurut pola pikir
merkantilisme, kekayaan didefinisikan dalam bentuk logam mulia. Untuk itu,
perdagangan harus senantiasa mencapai surplus dalam bentuk emas guna membiayai
kepentinagn politik, militer, dan ekspansi teritorial.
2. 2. Zaman
Keemasan Perdagangan Bebas
Dari presfektif sejarah ekonomi, periode liberalisasi dalm bidang
perdagangan pernah mengalami masa keemasan di eropa sejak akhir perang Napoleon
tahun 1815 hingga saat meletusnya perang Dunia I tahun 1914. Periode tersebut
merupakan satu abad yang sangat gemilang dalam perdagangan internasional,
karena perdagangan dunia berjalan dengan bebas tanpa ada hambatan atau
pembatasan, sehingga setiap Negara di Eropa dapat melakukan kegiatan
perdagangannya berdasarkan keunggulan komperatif masing-masing Negara.
Liberalisasi
perdagangan internasional mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pada abad
ke-19, sehingga memberikan keuntungan dalam bidang ekonomi di Eropa, namun
kebebasan perdangan tersebut tidak dapat dinikmati oleh bangsa lainya di luar
Eropa, terutama di Asia maupun Afrika. Hal ini disebabkan karena Asia dan
Afrika merupakan wilayah colonial atau jajahan dari Negara-negara Eropa,
sehingga dalam bidang perdagangan bangsa Asia dan Afriika tidak mendapatkan
kesempatan dan kebebasan sama seperti bangsa Eropa. Dengan demikian, yang
memegang kekuasaan ekonomi maupun politik pada periode liberal ini adalah
bangsa Eropa, sebaliknya bangsa Asia maupun Afrika tidak mempunyai kekuasaan
maupun politik di negaranya sndiri.
Periode
perdagangan bebas 1815-1914 diwarnai oleh kekuatan landasan filsafat
perdagangan liberal berdasarkan atas teori keunggulan komparatif, bahwa suatu
Negara akan mengkhususkan diri pada produksi dan ekspor, sebab Negara tersebut
mempuyai biaya yang lebih rendah daripada Negara mitra dagangnya. Periode ini
merupakan trobosan intelektual yang merombak logika dan sistematika pola pikir
ekonomi menurut teori Adam Smith.
Secara skematis
paham liberaliasi yang mewarnai perekonomian dunia pada abad ke-9 mencakup
hal-hal sebagai berikut.
a.
Perubahan
utama yang bersifat fundamental dan yang merupakan landasan yang bertolak
belakang dengan merkantilisme adalah peranan utama yang dipegang oleh mekanisme
pasar sebagai penggerak dalam kegiata ekonomi. Kegiatan ekonomi yang rasional
dikendalikan oleh suatu ‘’tangan tak terlihat’’ atau invisible hand yang
tak lain adalah kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh masing-masing pelaku
ekonomi untuk kepentingannya sendiri guna memenuhi penawaran dan permintaan
yang otomatis mengendalikan kegiataan yang optimal bagi semua pihak yang
melakukan kegiatan ekonomi.
b.
Agar
mekanisme pasar ini dapat bergerak sesuai dengan logika permintaan dan
penawaran, maka hambatan terhadap kegiatan ekonomi dalam bentuk regulasi dan
berbagai jenis larangan yang menimbulkan distorsi pasar harus dihapus.
Mengingat betap ekstensifnya larangan dan regulasi yang berlaku dalam priode
merkantilisme, maka keinginan untuk menghapus regulasi merupakan tuntutan yang
mendesak.
c.
Kegiatan
perdagangan antar bangsa dapat berkembang secara saling menguntungkan, karena
perbedaan struktur biyaya secara alamiah akan menimbulkan spsialisasi bagi
masing-masing pihak yang akan memusatkan kegiatan pada bidang-bidang di mana
Negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Dengan kata lain apabila
masing-masing negara memutuskan kegiatan di bidang keunggulanya, maka setiap
Negara akan mencapai atau mendekati titik optimal.
3. 3. Fragmentasi
dan Disintegrasi di Eropa
Sistem
perdagangan internasionl yang menitikbertkan pada landasan liberalisme, Mulai
mengalami fragmentasi selama satu abad setelah mengalami era keemasan dari
tahun 1914 hingga 1945. Pasar bebas dan perdagangan bebas mulai menghadapi
berbagai macam distorsi sebagai akibat diterapkanya kebijaksanaan yang
menyimpang dari paham liberal. Kebijakan distortif smakin mengarahkan
perekonomian kpda kegitan yang mengesampingan mekanisme pasar.
Menurut H. S.
kartadjoemana, periode disintegrasi sistem perdagangan bebas 1914-1945, yakni
dari perang dunia I tahun 1914 hingga berakirnya perang dunia II tahun 1945
merupakan periode disintegrasi, karena tidak tercapinya susunan yang dapat
mengembalikan sepenuhnya keadaan dan sistem yang berlaku pada periode zaman
keemasan perdagangan internasional ataupun sistem alternatif yang koheren.
Dalam perkembanganya, yang timbul adalah kebijaksanaan perekonomian nasional
yang sempit dan semakin meningkatnya nasionalisme yang berbentuk negative dan
bukan berbentuk patriotisme yang konstruktif.
Tahun 1922
hingga 1927 perekoonmian dunia masih mengalami pertumbuhan, hal ini disebabkn
karena adanya peningkatan investasi yang cukup besar di Amerika Serikat,
terutama di bidang industri otomotif, perluasan penggunaan tenaga listrik
disertai pengembangan proyek tenaga listrik, dan peningkatan yang pasti di
bidang konstruksi di Amerika Srikat.
Pada tahun 1929
terjadi krisis secara menyeluruh di Amerika Srikat. Krisis ini timbul karena
situasi investasi dalam bidang-bidang penting
mengalami kolepse atau kebangkrutan. Hal ini mengakibatkan penurunan
kegiatan industry pada tahun 1929 yang disusul dengan terjadinya kolaps dalam
bursa saham. Dan dalam waktu singkat perkmbangan dalam investasi, produksi
industri, kesempatan kerja semakin berkurang. Hal ini memberikan pengaruh buuk
terhadap pnapatan nasional di Amerika Srikat. Dampak krisis ekonomi yang dialami
oleh Amerka Srkat pad 1929 juga dirasakan oleh Negara-negara lainya. Pasar bebas merupakan perujudan dari globalisasi ekonomi saat ini.
Kondisi ini terlihat dengan adanya kebijakan luar negeri yang disebut
dengan integrasi ekonomi yaitu kebijakan
bergabungnya beberapa negara untuk membentuk kawasan atau zona perdagangan
bebas (free economic zones).
Semenjak kemunduran ekonomi dunia pada masa permulaan tahun 1930-an
dan terutama semenjak pemikiran keynes semakin populer, diyakini pembatasan
perdagangan luar negeri tidak
dipengaruhi efek buruk dari perkembangan di luar negeri. Menurut
pandangan ini berupa hambatan tarif yang tinggi untuk meningkatkan peranan
sektor industri domestik dan untuk mennjaga kestabilan neraca pembayaran ada
kalanya perlu dijalankan. Akan tetapi disadari bahwa hambatan perdagangan dalam
bentuk tarif menimbulkan ketidak efisienan dan dapat menimbulkan efek yang
buruk kepada prospek pertumbuhan ekonnomi.
Berbagai negara
di dunia membentuk
integrasi ekonomi antara lain seperti:
1.
Uni
Eropa secara resmi beropersi sejak tanggal 1 Januari 1959.
Negara-negara Eropa membentuk blok perdagangan bebas Eropa dalam
bentuk Unit Eropa (European Unnion), yang terdiri dari negara Austria, Belgia,
Denmark, Firlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembour,
Belanda, Swedia dan Inggris. Portugal, Spanyol, dan Swedia. Pada tanggal 1
Januari 1993 secara resmi negara-negara yang tergabung dalam Unit Eropa
menghapus semua hambatan dan tarif untuk menciptakan arus perdagangan barang
dan jasa serta pergerakan sumber-sumber daya secara bebas (termasuk tenaga
kerja) di kalangan negara-negara anggotanya.
2.
Asosiasi
Perdagangan Bebas Eropa (EFTA)
Pada tahun 1970 kawasan perdagangan bebas Eropa ini dibentuk oleh 7
negara yang pada saat itu belum satu pun bergabung ke dalam Uni Eropa yakni
Inggris, Austria, Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia, dan Swiss. Pada tahun
1961, Firlandia ikut bergabung sebagai anggota. Selanjutnya pada tahun 1967
EFTA telah berhasil mewujudkan perdagangan bebas (menghapuskan semua tarif
diantara negara anggota) untuk produk-produk industri. Pada saat ini terjadi
defleksi perdagangan yang menyebabkan keluarnya negara Denmark dan Irlandia
yang selanjutnya kedua negara tersebut bergabung kedalam Uni Eropa.
3.
NAFTA
(North American Free-Trade Agreement)
Dibentuk pada bulan November 1993. Perjanjian perdagangan bebas
Americka Utara disepakati oleh tiga negara yaitu Amerika Serikat, Kanda, dan
Meksiko. Negara-negara tersebut sepakat untuk membuka perdagangan bebas, dengan
menghapus semua hambatan yang ada dalam perdagangan mereka untuk meningkatkan
produksi dan mudah dipasarkan.
4.
AFTA
(Asean Free Trade Asia Area)
Di tahun 1976 negara-negara ASEAN sepakat untuk membentuk integrasi
ekonomi di kawasan Asia. ASEAN memiliki enam anggota yaitu Brunei, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapur dan Thailan. Vietnam bergabung pada tahun 1995,
Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja bergabung pada tahun 1999. AFTA
sekarang terdiri dari 10 negara ASEAN, keempat negara tersebut dibutuhkan untuk
menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam negara ASEAN, namun
diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA. Era
perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) akan diberlakukan pada tahun 2015,
tujuan dari AFTA adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan
daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan
bead an hambatan non bea dalam negara anggota.
b.
Menarik
investasi asing langsung ke negara-negara anggota Asean.
5.
ACFTA (Asean-Cina Free Trade Area)
Kesepakatan kerjasama bebas antara anggota-anggota ASEAN dan cina
ini ditanda tangani di Phnom Penh, Camboja 4 November 2002 dan diberlakukan
pada 1 Januari 2010. ACFTA merupakan perdagangan bebas tersbesar didunia dalam
ukuran jumlah penduduk terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah
kawasan perekonomian Eropa dan NAFTA.
Tujuan dibentuknya pasar bebas ialah untuk meningkatkan kerjasama
di bidang ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan negara. Dengan adanya perdagangan
bebas diharapkan negara-negara dapat dengan mudah melakukan kegiatan
ekonominya.
Ide membentuk perdagangan bebas ini adalah karena seringnya perdagangan
internasional tehambat oleh masalah pajak, berbagai biaya tambahan dan
hambatan-hambatan lainnya. Manfaat dari perdagangan bebas dapat dilihat secara
langsung yaitu:
a.
Tersedianya
keberagaman barang-barang yang dibutuhkan. Dengan adanya barang-barang yang
beragam diharapkan rakyat akan sejahtera karena akan mempunyai banyak pilihan
produk-produk terbaik yang mereka butuhkan..
b.
Memperbesar
dan memperluas cakupan pasar dan karena itu produktivitas pun meningkat. Dengan
meningkatnya priduktivitas maka meningkat pula pula standar hidup warga sebuah
negara.
Komentar
Posting Komentar