This Is My Work

Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu

Gambar
Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu Jika mengacu pada firman Allah QS At-Taubah 60, anak yatim tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Atau dalam istrilah perzakatan, biasa disebut sebagai mustahiq. Mereka adalah fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang dililit utang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir alias Ibnu Sabil. Jadi, anak yatim memang tidak masuk golongan penerima zakat yang delapan itu. Akan tetapi, jika si anak yatim itu memenuhi syarat dan kriteria-kriteria di atas—fakir dan miskin, misalnya—dia berhak untuk menerima zakat fitrah—juga zakat penghasilan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ibn Utsaiman di awal tulisan ini: anak yatim yang miskin berhak menerima zakat. Anak yatim tidaklah mendapatkan zakat kecuali jika dia termasuk delapan ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat). Anak yatim bisa saja kaya karena ayahnya meninggalkan harta yang banyak untuknya. Bisa jadi ia pun...

Siapa Yang Mengawasi Kegiatan Ekonomi Syariah??



SISTEM PENGAWASAN EKONOMI SYARIAH


Dalam ekonomi syariah memiliki peraturan-peraturan tersendiri agar kegiatan ekonomi tetap berada pada prinsip-prinsip syariah. Untuk itu dalam melaksanaan pengawasan ekonomi syariah terdapat peran para ulama, dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan.

1.      Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Peran Ulama melalui fatwa-fatwanya dalam menjalankan prinsip-prinsip syariah Islam dalam bidang ekonomi. Dalam kegiatannya khususnya, lembaga keuangan Syariah keberadaan DPS adalah representasi dari peran ulama dalam mengawasi pelaksanaan nilai-nilai syariah di masyarakat. Sebagai komitmennya, dibentuklah Dewan Pengawasa nasional dan DSN
Peran ulama dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syaiah. Hal ini karena transaksi-transaksi dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena itu diperlukan garis panduan yang megaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). 
Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (setiap tahunnya) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan bank bersangkutan.
Tugas lain DPS adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan  difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.

2.      Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah DPS yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Oleh karena itu memungkinkan menimbulkan adanya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu  tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di Indoensia mengganggap  perlu dibentuknya satu dewan syariah yang besrifat nasional  dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah.
Dengan demikian pada tahun 1997 dibentuklah Dewan Syariah Nasional (DSN) dan merupakan hasil rekomendasi lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan elmbaga otonom dibawah naungan MUI dan dipimpin oleh ketua MUI dan sekretaris. Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh badan Pelaksana Harian dengan seorang ektua dan sekretaris serta beberapa anggota. DSN ini memilki beberapa fungsi yaitu:
a.       Fungsi utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam.
b.      Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh LKS.
c.       Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugasskan sebgai DSN pada suatu LKS.
d.      Memberi teguran kepada LKS jikalembaga tersebut menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.
e.       Jika lembaga yang menyimpang tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, maka DSN dapat mengussulkan kepada otoritas yang berwenang yakni BI dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi agar lembaga tersebut tidak lebih jauh mengembangkan tindakan-tindakan yang  tidak sesuai dengan syariah.

         3.         Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Adalah sebuah pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, asuransi, yang dibentuk pada tahun 2010. Keberadaan OJK ini merupakan elmbaga indepeden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang, pengaturan, pengawasan, pemerikasaan, penyelidikan, sebagaimana dalam UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Adapun tugas pengaturan dan pengawasan OJK yaitu:
a.       Kegiatan jasa keuangan di sektor pebankan
b.      Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan
c.       Keegiatan keuangan di sketor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan,  jasa keuangan lainnya.
Wewenang OJK ialah sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 huruf a. OJK mempunyai wewenang:
a.       Pengaturan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dsar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank,
b.      Kegiatan usaha bank antara lain: sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi  dan aktivitas di bidang jasa.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

FIQIH ZAKAT Dan IMPLIKASINYA

Kemiskinan menurut tinjauan filsafat