SISTEM PENGAWASAN EKONOMI SYARIAH
Dalam ekonomi syariah memiliki peraturan-peraturan tersendiri agar
kegiatan ekonomi tetap berada pada prinsip-prinsip syariah. Untuk itu dalam
melaksanaan pengawasan ekonomi syariah terdapat peran para ulama, dewan
Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional dan Otoritas Jasa Keuangan.
1.
Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Peran Ulama
melalui fatwa-fatwanya dalam menjalankan prinsip-prinsip syariah Islam dalam
bidang ekonomi. Dalam kegiatannya khususnya, lembaga keuangan Syariah keberadaan
DPS adalah representasi dari peran ulama dalam mengawasi pelaksanaan
nilai-nilai syariah di masyarakat. Sebagai komitmennya, dibentuklah Dewan
Pengawasa nasional dan DSN
Peran ulama
dalam DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu
sesuai dengan ketentuan-ketentuan syaiah. Hal ini karena transaksi-transaksi
dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensional. Karena
itu diperlukan garis panduan yang megaturnya. Garis panduan ini disusun dan
ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dewan Pengawas
Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (setiap tahunnya) bahwa bank
yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini
dimuat dalam laporan tahunan bank bersangkutan.
Tugas lain DPS
adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
Dengan demikian DPS bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk
diteliti kembali dan difatwakan oleh
Dewan Syariah Nasional.
2.
Dewan
Syariah Nasional (DSN)
Sejalan dengan
berkembangnya lembaga keuangan syariah di tanah air, berkembang pula jumlah DPS
yang ada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Oleh karena itu
memungkinkan menimbulkan adanya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan
hal itu tidak mustahil akan
membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu MUI sebagai payung dari lembaga
dan organisasi keislaman di Indoensia mengganggap perlu dibentuknya satu dewan syariah yang
besrifat nasional dan membawahi seluruh
lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah.
Dengan demikian
pada tahun 1997 dibentuklah Dewan Syariah Nasional (DSN) dan merupakan hasil
rekomendasi lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama.
Lembaga ini merupakan elmbaga otonom dibawah naungan MUI dan dipimpin oleh
ketua MUI dan sekretaris. Kegiatan sehari-hari DSN dijalankan oleh badan
Pelaksana Harian dengan seorang ektua dan sekretaris serta beberapa anggota.
DSN ini memilki beberapa fungsi yaitu:
a.
Fungsi
utama DSN adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai
dengan syariah Islam.
b.
Meneliti
dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh LKS.
c.
Memberikan
rekomendasi para ulama yang akan ditugasskan sebgai DSN pada suatu LKS.
d.
Memberi
teguran kepada LKS jikalembaga tersebut menyimpang dari garis panduan yang
telah ditetapkan.
e.
Jika
lembaga yang menyimpang tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan,
maka DSN dapat mengussulkan kepada otoritas yang berwenang yakni BI dan
Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi agar lembaga tersebut tidak lebih
jauh mengembangkan tindakan-tindakan yang
tidak sesuai dengan syariah.
3.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK)
Adalah sebuah pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan,
pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, asuransi, yang dibentuk pada
tahun 2010. Keberadaan OJK ini merupakan elmbaga indepeden dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, wewenang, pengaturan, pengawasan, pemerikasaan, penyelidikan,
sebagaimana dalam UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK.
Adapun
tugas pengaturan dan pengawasan OJK yaitu:
a.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor pebankan
b.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor pasar modal, dan
c.
Keegiatan
keuangan di sketor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, jasa keuangan lainnya.
Wewenang OJK ialah sebagai berikut:
Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 huruf a. OJK mempunyai
wewenang:
a.
Pengaturan
pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: Perizinan untuk pendirian
bank, pembukaan kantor bank, anggaran dsar, rencana kerja, kepemilikan,
kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank,
serta pencabutan izin usaha bank,
b.
Kegiatan
usaha bank antara lain: sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi dan aktivitas di bidang jasa.
Komentar
Posting Komentar