This Is My Work

Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu

Gambar
Hukumnya Dana Zakat Diberikan Kepada Anak Yatim Piatu Jika mengacu pada firman Allah QS At-Taubah 60, anak yatim tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berhak menerima zakat. Atau dalam istrilah perzakatan, biasa disebut sebagai mustahiq. Mereka adalah fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, orang yang dililit utang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir alias Ibnu Sabil. Jadi, anak yatim memang tidak masuk golongan penerima zakat yang delapan itu. Akan tetapi, jika si anak yatim itu memenuhi syarat dan kriteria-kriteria di atas—fakir dan miskin, misalnya—dia berhak untuk menerima zakat fitrah—juga zakat penghasilan. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Imam Ibn Utsaiman di awal tulisan ini: anak yatim yang miskin berhak menerima zakat. Anak yatim tidaklah mendapatkan zakat kecuali jika dia termasuk delapan ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat). Anak yatim bisa saja kaya karena ayahnya meninggalkan harta yang banyak untuknya. Bisa jadi ia pun...

Pandangan Umar Chaptra tentang Inflasi

 Pandangan Umar Chapra Mengenai Inflasi

Masih tentang inflasi ya, kali ini saya ingin berbagi pandangan tentang inflasi menurut Umar Chapra. sebelumnya pasti sudah tau kan siapa itu M. Umar Chapra, nah beliau ini memiliki ide-ide dan teori yang brilian sekali, nah yuk baca selengkapnya dibawah ini ya, jangan lupa berikan komentar positifmu ..

Penekanan M.Umer Chapra pada perubahan struktural, pada perlunya membersihkan kehidupan ekonomi dari segala bentuk eksploitasi dan ketidakadilan serta terhadap saling ketergantungan dari berbagai unsur dalam lingkup kehidupan Islam, tidak saja merupakan pengingat yang tepat, melainkan juga berfungsi sebagai agenda kuat untuk reformasi dan rekonstruksi masa depan umat Islam dalam menata sistem perbankan

Pendapat M. Umer Chapra tentang Upaya Menekan Inflasi ditinjau berdasarkan stabilitas dalam nilai uang tidak bisa dilepaskan dari tujuan dalam kerangka referensi yang Islami karena hal ini ditekankan Islam secara jelas mengenai ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan semua manusia.

Hal ini merusak efisiensi sistem moneter dan membebani harga kesejahteraan bagi masyarakat. Ini meningkatkan konsumsi dan mengurangi tabungan. Ini memperburuk iklim ketidakpastian yang di dalamnya keputusankeputusan ekonomi diambil, menghambat pembentukan modal dan menjurus kepada penyalahgunaan sumber daya. Hal ini cenderung untuk mengubah nilai, mendorong spekulasi (yang tidak diinginkan oleh Islam) dengan dalih kegiatan produktif (sesuatu yang diidealisasikan oleh Islam) dan meningkatkan kesenjangan pendapatan (yang dikecam oleh Islam).

Dengan demikian inflasi adalah simptom (gejala) dari ketidakseimbangan dan tidak cocok dengan penekanan Islam pada keseimbangan dan ekuilibrium. Menerima saja inflasi sama dengan menerima penyakit dan membiarkan hilangnya kemampuan perekonomian untuk bergerak secara reflek. Negara-negara yang mempunyai kemampuan besar untuk mengatasi tekanan-tekanan inflasi adalah yang paling berhasil dalam mencapai dan memelihara tingkat pertumbuhan ekonomi dan employment (tenaga kerja) yang lebih tinggi. Inflasi di negara miskin ataupun kaya mempunyai konsekuensi yang sama dalam membuat distorsi (penyimpangan) output (hasil), meremehkan efisiensi dan investasi yang produktif dan dalam mendorong ketidakadilan dan ketegangan sosial. Satu-satunya cara untuk mengakhiri inflasi hanyalah menanggulangi akar sebab-sebabnya.

Lebih dari itu, inflasi bertentangan dengan perekonomian bebas riba karena mengikis pelan-pelan keadilan sosial. Meskipun Islam menekankan keadilan kepada peminjam tidak berarti Islam setuju dengan perlakuan tidak adil kepada pemberi pinjaman. Tidak perlu disangsikan lagi bahwa inflasi memperlakukan tidak adil kepada pemberi pinjaman tanpa riba. Ini berarti bahwa suatu kegiatan atau perilaku individu, kelompok atau lembaga yang jelasjelas menggerogoti nilai nil uang dalam suatu masyarakat Islam mestinya diangkat sebagai isu nasional dan mendapat perhatian yang sepenuhnya. Meskipun demikian, masih ada tujuan-tujuan lain yang sama pentingnya atau sama besarnya.

Kalaupun terjadi konflik yang tidak bisa dielakkan lagi dalam merealisasikan tujuan-tujuan ini, sementara kompromi tidak bisa dielakkan lagi, maka tujuan untuk menstabilkan nilai riil bagi uang mungkin dapat ditangguhkan untuk sementara waktu kecuali jika kerusakan yang diakibatkan oleh penangguhan harus mengorbankan realisasi tujuan-tujuan nasional lain. Lagi pula penangguhan semacam itu hanya boleh dilakukan dalam keadaan yang benar-benar perlu dan tidak boleh menjadi ciri yang melekat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan masyarakat Islam.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wajib bagi masyarakat Islam untuk mewujudkan keuangan, fiskal dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendapatan yang sehat dan melakukan pengendalian langsung bila mana diperlukan, termasuk pengendalian harga untuk meminimalisir penggerogotan nilai riil uang guna mencegah satu kelompok masyarakat secara sadar ataupun tidak memperdaya pihak lain dan menjarah norma-norma Islam akan kejujuran dan keadilan dalam ukuran. Ini tidak berarti bahwa masyarakat Islam, secara individual ataupun kolektif, dapat menstabilkan nilai mata uang mereka atas dasar upaya mereka sendiri. Di dunia yang kenyataannya semua negara sudah saling tergantung dan kenyataan bahwa kebijaksanaan-kebijaksanaan moneter dan fiskal beberapa negara industri utama sangat berpengaruh pada instabilitas harga, hampir tidak mungkin bagi perekonomian yang kecil dan terbuka dari masing-masing masyarakat Islam untuk mencapai stabilitas yang diinginkan kecuali jika negaranegara industri utama juga mengikuti kebijaksanaan yang sehat itu.

Meskipun demikian, apa yang diinginkan adalah bahwa suatu masyarakat Islam mestinya tetap kukuh dalam pendirian untuk ikut memberikan sumbangan apapun yang bisa dilakukan demi mencapai tujuan ini Inflasi menyebabkan perlunya kontrol harga dan subsidi Menurut Chapra, inflasi telah merebak, namun pada mulanya hal ini juga dijustifikasi. Kurva Phillips telah menyediakan rasionalitas yang diperlukan bagi para pembuat kebijakan dalam bentuk hubungan negatif antara inflasi di satu pihak dan pertumbuhan yang lebih tinggi serta kesempatan kerja di pihak yang lain.

Mayoritas ekonom Keynesian kurang prihatin pada inflasi dan mereka tetap menggalakkan kebijakan-kebijakan ekspansioner selama periode pasca-Perang Dunia Kedua. Prof Henry Bruton, dalam rangkaian ceramahnya yang disampaikan di Universitas Bombay pada tahun 1961 menyatakan bahwa "kita dapat membuat inflasi menjadi suatu instrumen kebijakan dan bukannya mengontrol inflasi sebagai tujuan kebijakan". Tentu saja peringatan-peringatan diarahkan kepada mismanagement moneter dengan menyatakan bahwa "terlalu banyak mencetak uang hanya akan menimbulkan bahaya".

Copyright by Siti Rohana


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapa Yang Mengawasi Kegiatan Ekonomi Syariah??

FIQIH ZAKAT Dan IMPLIKASINYA

Kemiskinan menurut tinjauan filsafat