This Is My Work
Sistem Moneter Islam Pada Masa Rasulullah SAW hingga Fuqaha, Pdf.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sejarah
Perkembangan Sistem Moneter Islam
Sistem
Moneter Islam Pada Masa Rasulullah SAW hingga Fuqaha
Kebijakan
moneter sebenarnya mampu dijalankan tanpa menggunakan instrumen bunga. Hal ini
dibuktikan dpada zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin. Perekonomian di
Jazirah Aarab ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang
berbasis pada sumber daya alam. Kegiatan ekonomi pasar begitu menonjol pada
masa itu, dimana untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai
etika dan moralitas Islam Rasulullah mendirikan al-Hishbah yang merupakan
institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (market controller). Rasulullah juga membentuk Baitul Maal, sebuah
institysi yang bertindak sebagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal ini
memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian termasuk dalam melakukan
kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk memutar roda
perekonomian, rasulullah mendorong kerja sama usaha di antara anggota
masyarakat seperti (muzara’ah,
mudharabah, musaqah dan lain-lain) sehingga terjadi peningkatan
produktivitas. Namun sejalan dengan perkembangan masyarakat Muslim, maka sumber
penerimaan negara juga meningkat. Sumber-sumber pemasukan negara berasal daru zakat, ushr, zakat fitrah, wakaf, Amwal
fadilah, Nawaib, ghanimah, Shadaqah, Khumus, dan lain-lain.[1] Bila
para pedagang melakukan ekspor barang, berarti mereka pun sesungguhnya sedang
mengimpor dinar atau dirham. Sistem moneter yang berlaku didunia sekarang ini
keberadaannya telah ada setelah melalui beberapa masa evolusi. Sistem moneter
yang telah berlaku pada masa Nabi Muhammad SAW adalah bimetallic standard dimana emas dan perak (dinar dan dirham)
bersirkulasi secara terus-menerus.
Pada masa awal
kekhalifahan, Rasulullah menetapkan mata uang dinar dirham sebagai standar
moneter pada masa itu. Dimana kedua mata uang itu diadopsi dari Romawi dan
Persia. Belum ada uasaha untuk mencetak mata uang sendiri. Karenanya proses
penawaran dan permintaan uang emas dan perak terkait dengan perdagangan dengan
kedua kerajaan tersebut. Pada masa itu bila permintaan uang meningkat maka
dinar dan dirham diimpor. Sebaliknya bila permintaan uang turun maka
komoditaslah yang diimpor. Besarnya volume komoditas yang diimpor dinar dan
dirham juga barang-barang komoditas bergantung pada volume komoditas yang
diekspor ke kedua kerajaan tersebut dan ke wilayah-wilayah yang berada di bawah
kekuasaan mereka.
Pada masa
berikutnya kandungan dinar (emas) dan dirham (perak) mengalami perubahan di
wilayah-wilayah kekuasaan Islam lainnya. Sehingga bisa disimpulkan dinar dan
dirham meski pada awalnya dari Romawi dan Persia, Islamlah kemudian yang
menorehkan pemberlakuan kedua mata uang tersebut dalam kurun waktu yang sangat
lama berabad-abad hingga Dinasti Utsmani pada tahun 1924. Standarisasi uang
dinar dan dirham pada masa itu berpijak kepada hadist rasulullah saw, “Timbangan
adalah timbangan penduduk Makkah, dan takaran adalah takaran penduduk Madinah” (HR
. Abu Daud). Pada zaman khalifah Umar bin Khattab yaitu pada tahun 642 M,
bersamaan dengan pencetakan uang dirham pertama kali di kekhalifahan, standar
hubungan berat antara uang emas dan perak dibakukan menjadi berat 7 dinar sama
dengan berat 10 dirham. Sedangkan berat 1 dinar sama dengan atau sama dengan
berat 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya Untuk melihat
peninggalan sejarah mata uang Islam dapat dilihat ada empat koleksi peninggalan
mata uang salah satu diantaranya adalah mata uang yang dicetak pada masa
Khalifah Ali Ra., sedangkan tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di
Damaskus dan Mervi sekitar tahun 60-70 H. Untuk melihat peninggalan sejarah
mata uang Islam dapat dilihat ada empat koleksi peninggalan mata uang salah
satu diantaranya adalah mata uang yang dicetak pada masa Khalifah Ali Ra.,
sedangkan tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di Damaskus dan
Mervi sekitar tahun 60-70 H. [2]
Sebenarnya, di
zaman khalifah Umar dan Utsman Ra. mata uang juga telah dicetak mengikuti gaya
dirham Persia dengan perubahan pada tulisan yang tercantum pada mata uang
tersebut meskipun, diawal pemerintahan Umar Ra. pernah timbul pemikiran untuk
mencetak uang dari kulit. Ide tersebut dibatalkan karena tidak disetujui para
sahabat yang lain.
Mata uang
khilafah Islam mempunyai ciri khusus yang dicetak pada masa Khalifah Ali ra.
Namun sayang, peredarannya sangat terbatas karena kondisi politik pada saat
itu. Mata uang dengan gaya persia juga ‘lagi-lagi’ di cetak pada zaman
Mua`wiyyah dengan mencantumkan gambar dan pedang, Gubernur Irak, pada masa
pemerintahan zaid, mencetak uang dengan mencantumkan nama khalifah. Al-hasil,
modus yang dilakukan oleh Mu’awiyyah dan Ziad berupa pencantuman gambar dan
nama kepala pemerintahan pada mata uang. Peninggalan tersebut kiranya masih
dipertahankan sampai saat ini termasuk di indonesia dalam pembuatan uang dengan
pencantuman gambar dan kepala pemerintahan.[3]
Pada masa Abu
Bakar Ash-Shidiq masih menjalan kebijakan yang telh dibangun oleh Rasulullah
dan masa khalifah kedua, Umar Bin Khattab ia membangun kestabilan moneter
dengan memberikan berbagai peluang kesempatan kerja bagi masyarakat dengan menghadiahkan
modal tanah kepada masyarakat yang mau menggarapnya lalu membuat saluran
irigasi, dan membuka jalan kelancaran distribusi air. Selain itu juga adanya
pengurangan beban pajak perdagangan sebesar 50%, membangun pasar-pasar guna
untuk menggerakkan roda perekonomian. Dan pada masa Utsman bin Affan lebih
mengkonsentrasikan pada peperangan dan penaklukan provinsi baru. Berbeda dengan
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib melakukan upaya pencetakan mata uang
sendiri atas nama pemerintahan Islam, dimana sebelumnya kehkalifahan Islam
menggunakan uang dinar dari Romawi dan dirham dari Persia.[4]
Hal yang menarik
adalah bahwa tidak ada batasan impor uang daat itu karena permintaan internal
Hijaz (sebagai wilayah Daulah Islamiyah
saat itu) terhadap dinar dan dirham sangat kecil sehingga tidak berpengaruh
terhadap penawaran (supply) dan
permintaan (demand) dalam
perekonomian romawi dan Persia. Sekalipun demikian selama pemerintah Rasulullah
uang tidak dienuhi dari keuangan negara semata melainkan dari hasil perdagangan
luar negeri. Melainkan dari hasil perdagangan luar negeri. Belum dicetaknya
mata uang tersendiri dengan ciri khas Islam oleh Khilafah Islam berlangsung
selama masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin serta masa-masa awal Bani Umayyah.
Ketika Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah barulah dicetak dinar Islam
dengan karateristik serta berat tertentu yang bersifat tetap. Sebelum itu tidak
ada dinar dan dirham Islam, meskipun dinar dan dirham secara aplikatif telah
diberlakukan dan dipakai sebagai standar moneter.
Dari fenomena
tersebut dapat dipahami bahwa negara yang mencetak mata uang khusus hukumnya
boleh (mubah). Namun demikian demi
menjaga perekonomian dan moneter negara dari kemerosotan serta menghindari
dominasi dan kendali negara asing, mencetak mata uang hukumnya dapat menjadi
wajib. Selain itu tidak ada keharusan untuk menjadikan emas dan perak (dinar
dirham) sebagai standar moneter (full
bodied bimetalic standard).
Hal ini secara
jelas terlukiskan dalam fakta sejarah bahwa Khalifah Umar bin Khatab pernah
berpikiran untuk memperkenalkan kulit unta sebagai mata uang yang kemudian
membawa refleksi bagi tulisan-tulisan para fuqaha (ahli fikih) melalui sejarah
Muslim. Contoh, Imam Ahmad bin Hambal (w 241 H/1328 M) telah mengamati bahwa
tidak ada kerusakan dalam pengadopsian mata uang lain yang secara umum diterima
oleh masyarakat. Ibnu Hazm (w 456 H/1064 M) juga tidak menemukan beberapa
alasan bagi kaum Muslimin membatasi mata uangnya hanya kepada dinar dan dirham.
Ibnu Taimiyyah (w 505 H/1328 H) merasa bahwa dinar dan dirham tidak dinginkan
untuk demi milik mereka saja karena kemampuannya membantu menjadi media alat
pertukaran. Namun, hal ini bukanberarti bahwa seseorang dapat mengeluarkan mata
uang dalam berapapun jumlahnya. Para fukaha’ secara mayoritas telah menekankan
bahwa mata uang harus diterbitkan oleh aturan otoritas dan harus mempunyai
nilai yang stabil, mampu menunjukan efisiensi fungsinya sebagai measure of
value, a medium of exchange dan a store of purchasing power.
Stabilitas nilai uang merupakan prioritas utama dalam bidang manajemen moneter
karena stabilitas nilai uang akan dapat
Selain tidak
ditemukan ketentuan ini secara spesifik dalam al-Qur’an dan sunnah, khalfah
umar bin khattab telah mencoba untuk memperkenalkan jenis uang dari kulit
binatang dan beberapa fuqaha terkemuka juga mendukung keberadaan uang fiducier ini, seperti Ahmad ibn Hambal,
Ibn Hazm dan Ibn taimiyyah. Merujuk pada pendapat para fuqaha tidak ditemukan
keharusan memakai emas dan perak sebagai alat pembayaran meskipun meskipun pada
masa itu keberadaan full bodied money merupakan
sebuah kelaziman. Namun meskipu membolehkan uang fiducier, Ibn Taimiyah telah
mengingatkan bahwa penggunaan uang ini akan mengakibatkan hilangnya uang dinar
dari peredaran karena ada hukum Gresham. Imam Al-Ghazali memperbolehkan
penggunaan uang yang tidak dikaitkan dengan emas atau perak selama pemerintah
mampu menjaga nilainya.
Secara umum para
fuqaha telah menyepakati bahwa hanya otoritas yang berkuasa saja yang berhak
untuk mengeluarkan uang tersebut dalam hal ini a-Ghazali mensyaratkan
pemerintah untuk menyatakan uang fiducer yang dicetak sebagai alat pembayaran
yang resmi, wajib menjaga nilainya dengan mengatur jumlah uang yang beredar
sesuai dengan kebutuhan dan memastikan tidak adanya perdagangan uang. Penekanan
al-Qur’an mengenai uang adalah jaminan adanya keadilan dalam fungsinya sebagai
alat tukar, alat ukur dan alat penyimpan daya beli.
[1] Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi
Islam (Yogyakarta: Rajawali Pers, T.thn), 98.
[2] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta:
Gema Insani, 2005), 58.
[3] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Kontemporer,
60.
[4] Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi
Islam, 102-104.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar